Kupu-kupu telah pergi entah
kemana, tapi kemana pun engkau pergi sepertinya aku sudah tidak peduli. Kenapa
aku tidak peduli? Karena kupu-kupu telah punya sayap yang bisa membawa dia
kemana pun yang dia inginkan entah pergi menggapai bulan ataukan menggapi
langit gelap gulita disana. Tidak seperti dimana dia menjadi ulat yang hanya
bisa memakan dedaunan dihadapannya.
Manusia tidak seperti
kupu-kupu namun juga tidak jauh beda dengan seekor kupu-kupu. Kupu-kupu itu
indah saat mereka berada diantara bunga bewarna-warni seolah pelangi yang jatuh
diantara tanah gersang tak berpenghuni. Sayapnya bagaikan perhiasan yang paling
indah yang pernah dia miliki. Bayangkan saja jika kupu-kupu yang indah itu
tidak punya sayap, jangankan memegang, melihatnya pun aku tak sanggup. Itulah
nikmat yang Allah berikan kepada hewan yang dijuluki kupu-kupu ini. Namun apa
jadinya jika kupu-kupu itu jika berada diantara gurun pasir dengan bunga-bunga
kaktus yang tajam. Mungkinkah sayap kupu-kupu yang indah itu masih nampak
indah? Hanya satu banding tak hingga aku percaya, kupu-kupu itu masih bisa
terbang dengan sayap indahnya.
Manusia ibarat seekor
kupu-kupu yang selalu ingin terbang bebas diangkasa lepas dengan sayap
indahnya. Namun apakah engkau tahu? Kupu-kupu hanya seekor kupu-kupu, bukan
seperti pesawat jet yang bisa terbang menembus awan berlapiskan ozon. Kupu-kupu
hanyalah makhluk mungil dengan antena dikepalanya yang tanpa dia sadari kalau
dia sesungguhnya seekor makhluk yang lemah. Aku tak yakin jika kupu-kupu bisa
terbang menembus badai gurun yang mungkin akan menghancurkan sayap indahnya.
Jika saja aku bisa
memberitahukan sesuatu kepada kupu-kupu, akan aku beritahu kepadanya, “Hai
kupu-kupu, aku adalah manusia. Aku suka dengan sayap indahmu itu. Jika aku
menjadi sepertimu, akan aku jaga baik-baik sayap itu hingga aku tak sanggup
mengepakkan sayap indah yang kumiliki itu.” Mungkin aneh jika setiap imajinasi
kita itu jadi nyata, tapi ini bukan sebuah imajinasi melainkan sebuah pesan
buat seekor kupu-kupu untuk menjaga sayap indahnya disana.
Inilah tulisanku yang
mungkin ada seseorang mengerti tentang arti tulisan ini. Aku hanyalah sepucuk
tinta yang bisu. Aku hanya bisa menulis dan menulis sedangkan mulutku hanya
terdiam membisu seolah aku hanya sebuah batu yang tiada seorang pun
mempedulikanku. “Hanya sebuah batu”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar